Seperti dibahas pada
warta yang lalu berjudul “Apakah Alam Semesta dan Kita Benar-benar Ada?”
bahwa keberadaan alam semesta ini beserta kita di dalamnya adalah hasil
persepsi kita atas informasi dari alat sensor di tubuh yang bernama
panca indra. Bentuk alam semesta ini sebenarnya tidak pernah diketahui
oleh kita, karena pengetahuan kita akan bentuk alam semesta sebatas
hasil pengindraan tadi.
Tetapi ada yang aneh dengan persepsi
manusia terhadap bentuk dan kejadian di alam ini, yakni persepsi semua
orang relatif sama. Sebagai contoh dalam kejadian sehari-hari, beberapa
orang sedang menyaksikan sebuah acara televisi yang menayangkan seorang
artis penyanyi. Semua penonton bersepakat bahwa nama artis tersebut
adalah si anu, berjenis kelamin wanita, pakaian yang dikenakannya
berwarna merah bergaris-garis, suaranya serak dan wajahnya
cantik. Kalaupun ada perbedaan pendapat biasanya hanya sebatas
kualitasnya, seperti warna merah bajunya terlalu tua dan yang lain
bilang merahnya agak gelap, atau kecantikan tidak sempurna karena
bibirnya terlalu lebar dan sebagainya – ini bisa terjadi karena
kemampuan alat pengindraan dan cara pandang yang berbeda. Tetapi pada
prinsipnya semua sepakat dalam beberapa hal seperti telah disebutkan
sebelumnya.
Satu lagi contoh mengenai kejadian di alam. Semua
orang relatif sama persepsinya bahwa langit mendung akan turun
hujan. Apabila hujan turun maka tanah dan lain-lain akan basah terkena
air. Kemudian air akan menyuburkan tanaman – pohon mangga misalnya, lalu
pohon tersebut akan tumbuh baik, berbunga dan berbuah. Dan semua orang
ternyata sepakat tentang rasa buah mangga apakah asam atau manis.
Kedua
cerita di atas menimbulkan pertanyaan: kenapa persepsi semua orang bisa
relatif sama terhadap wujud benda dan kejadian di alam semesta
ini? Apakah yang menjadi penyebab persepsi itu bisa sama? Apakah
kesamaan persepsi itu kebetulan belaka?
Tidak ada kebetulan, yang ada adalah ketetapan
Kita semua pasti sudah mengetahui tentang hukum alam (natural law) sebuah istilah lain yang digunakan sarjana-sarjana Barat untuk istilah hukum Allah (sunatullah) yang digunakan para ilmuwan Islam. Hukum inilah yang dijadikan dasar dalam penciptaan dan pengelolaan alam semesta.
Menurut
keyakinan sebagian ilmuwan fisika, keberadaan hukum alam bersamaan
dengan kejadian awal terciptanya alam semesta pada waktu ledakan besar
pertama (teori Big Bang). Jadi sebelum ada alam semesta, hukum-hukum itu
belum ada.
Tetapi saya berpandangan hukum-hukum itu ditetapkan
oleh Tuhan sebelum alam semesta diciptakan. Logika sederhanya adalah
pembuat kue tidak akan membuat kue sebelum menetapkan takaran
bahan-bahan kue di dalam sebuah resep masakan. Jadi hukum alam itu sudah
ditetapkan kemudian dijadikan dasar penciptaan dan proses kejadian alam
semesta selanjutnya.
Dua faktor penyebab persepsi manusia yang sama terhadap alam semesta
Ada dua kemungkinan faktor penyebab yang membuat persepsi semua orang sama terhadap keberadaan dan bentuk alam semesta, yakni:
1. Faktor pengetahuan tentang hukum alam
Seperti
telah disebutkan di atas bahwa hukum alam itu diciptakan sebelum
penciptaan alam semesta. Hukum-hukum alam tersebut dijadikan dasar
penciptaan dan juga proses kejadian alam selanjutnya. Diibaratkan alam
semesta ini adalah sebuah komputer raksasa, maka hukum-hukum alam tadi
sudah diinstal ke dalam alam semesta. Software hukum alam tadi
akan memproses kejadian-kejadian di alam semesta sehingga semua proses
kejadian selalu mematuhi ketentuan hukum-hukum tadi.
Demikian juga
halnya dengan penciptaan manusia. Karena tubuh manusia juga diciptakan
sesuai dengan hukum alam – dan manusia memang bagian dari alam semesta –
maka hukum alam tadi juga diinstalkan ke tubuh manusia. Tempat yang
mungkin untuk itu adalah otak. Jadi sesungguhnya manusia sudah memiliki
pengetahuan tentang hukum alam secara lengkap dan sempurna di dalam
otaknya.
Keterangan di atas bisa menjelaskan bagaimana proses
belajar bisa terjadi, apakah dengan membaca buku, menerima penjelasan
orang lain, melihat kejadian alam atau menerima ilham. Membaca buku,
menerima penjelasan orang lain dan melihat kejadian alam yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah proses membandingkan
apa yang dilihat di luar dirinya dengan hukum alam yang sudah diinstal
di otak tadi. Mengerti dan memahami suatu pengetahuan adalah hasil akhir
dari pencocokan realita yang dilihat dengan informasi hukum alam di
otak. Jadi pengetahuan bukan datang dari luar masuk ke dalam otak, tapi
sudah ada di dalam tapi belum dicocokkan dengan realita. Sedangkan
pengetahuan yang diperoleh melalui ilham – tanpa melalui proses belajar –
hukum-hukum yang telah diinstal di otak tadi akan muncul ke bagian otak
yang memberikan gambaran dan memunculkan persepsi tanpa perbandingan
dengan realita.
Begitu juga dengan proses mempersepsi wujud benda
di alam semesta. Pada cerita para penonton televisi di atas, hukum-hukum
alam di otak mereka masing-masing mengenai spektrum warna (untuk wana
baju), struktur dan bangun tubuh (untuk pengenalan pribadi, jenis
kelamin, kecantikan dan jenis suara) adalah sama. Karena alat indrawi
mereka juga sama, maka hasil persepsi mereka terhadap objek yang sama
menjadi sama. Sedikit perbedaan persepsi mungkin terjadi disebabkan ada
faktor lain seperti buta warna, mata rabun, menggunakan kaca mata
berwarna, sedang mabuk minuman keras dan lain sebagainya, sehingga
fungsi alat indra, kelancaran proses menghantarkan sinyal-sinyal listrik
di syaraf ke otak dan proses pengolahan informasi di otak bisa
terganggu.
2. Faktor pengetahuan tentang kejadian alam semesta
Ada
perbedaan pandangan yang sangat prinsip di kalangan ilmuwan mengenai
kejadian alam semesta. Kelompok penganut faham materialisme berpandangan
bahwa alam semesta statis dan berdiri sendiri. Sedangkan kelompok
penganut faham kreasion meyakini alam semesta diciptakan, berawal dan
berakhir. Walaupun mereka tidak mengetahui siapa yang menciptakan,
bagaimana keadaan sebelum penciptaan dan apa yang terjadi sesudah
kehancuran alam semesta.
Tapi kita tidak akan membahas perbedaan
kedua pandangan tersebut. Kita akan membahas pandangan kaum spiritualis
dan agamis – terutama kalangan sufisme – yang berpendapat bahwa kejadian
penciptaan alam semesta ini sudah selesai. Mereka berkeyakinan bahwa
dari kejadian awal hingga kehancuran alam semesta ini, termasuk juga
dimensi akhirat sebagai alam lain setelah dunia menurut keyakinan
spiritualis dan agamis, sudah selesai. Jadi menurut keyakinan mereka
manusia dan seluruh isi alam sedang menjalani kehidupan yang sebetulnya
sudah selesai dalam pengetahuan Tuhan.
Informasi kejadian alam
semesta dari awal hingga selesai itulah yang diinstal ke otak
kita. Namun tidak mudah menggalinya, karena bukan pengetahuan siap
pakai. Informasi itu hanya sebagai alat untuk mencocokkan persepsi kita
terhadap alam.
Kemajuan sains di masa sekarang sedang mengembangkan sebuah teknologi bernama virtual reality. Teknologi
ini berupa sebuah alat yang bisa memberikan gambaran kejadian berupa
program komputer melalui kejutan-kejutan listrik ke otak. Game komputer yang menggunakan teknologi virtual reality akan membuat si pemain seperti berada di dalam dunia nyata, bisa merasakan sakitnya pukulan bahkan bisa berdarah dan mati.
Sehubungan dengan teknologi virtual reality tersebut ada sebuah pendapat ekstrim yang mengatakan bahwa hidup kita di dunia ini adalah sebuah program virtual reality
milik Tuhan yang sudah diinstalkan ke otak kita. Jadi kita sedang hidup
di dalam dunia maya yang kita anggap sebagai sebuah dunia nyata!
Kenapa Persepsi Semua Orang Tentang Alam Semesta Bisa Sama?
20.40 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.